Di dalam pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) kita mengenal yang namanya Harga Perkiraan Sendiri atau yang biasa dikenal dengan singkatan HPS. HPS sendiri merupakan bagian pokok yang harus disiapkan dan ditentukan terlebih dahulu oleh pemilik pekerjaan/proyek sebelum menyampaikan pengumuman lelang kepada rekanan. HPS merupakan nilai kontrak yang dianggap rasional oleh pemilik proyek atau menggambarkan besaran alokasi maksimal yang tercantum dalam anggaran (APBN/APBD).
Pokok-pokok dalam Ketentuan HPS:
- Harga Perkiraan Sendiri (HPS) harus memperhitungkan biaya seluruh komponen agar tujuan dari pengadaan barang/jasa dipenuhi dengan efisien dan efektif;
- Keuntungan merupakan hak penyedia barang/jasa dan menjadi bagian dari HPS. Besaran keuntungan tergantung turn over barang/jasa. Untuk barang/jasa dengan turn over yang cepat, keuntungannya lebih kecil dibandingkan barang/jasa dengan turn over yang lebih lambat. Panitia dapat menetapkan keuntungan yang wajar dari total biaya pengadaan di luar Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
- Berdasarkan pasal 1 huruf n dan pasal 7 huruf a UU No. 11 Tahun 1994 yang merupakan Perubahan Pertama Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dasar Pengenaan PPN adalah jumlah harga jual atau penggantian atau nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen);
- HPS disusun oleh Pejabat/Panitia Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit) dan ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya, sebagaimana ketentuan dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 13 ayat (2) dan (3).
0 komentar
Posting Komentar